Translate

Sabtu, 30 Januari 2016

Senin, 06.30 WIB

Seperti kebiasanmu setiap senin pagi, perempuan dengan jilbab panjang dan kacamata minus. Aku tahu kacamata itu benar-benar kacamata minus. Bukan kacamata gaya meski nampak demikian. Seperti punyaku. Kami sahabat dekat kacamata punya keistemewaan khusus dalam membedakan mana kacamata gaya, mana kacamata minus. Dan sahabat dekat adalah julukan orang-orang yang memiliki ketergantungan tinggi dengan keberadaaan kacamata. Tapi cerita pagi ini bukan tentang sahabatku, si kacamata. Cerita ini tentangnya. "Assalamua'alaikum.." suara itu terdengar sangat janggal di telinga penumpang lain. Sangat aneh. Dan memang aneh. Aku pun berpikiran yang sama saat pertama kali mendengarnya. Banyak dari mereka yang meski beragama Islam dan mengetahui bagaimana menjawab salam seharusnya, justru memilih mengeryitkan dahi. Bingung. Tapi tidak lagi bagiku. Suara itu. Suaramu. Sudah terdengar sangat familiar. Dan mungkin hanya aku dan satu atau dua penumpang lain yang spontan menjawab salammu. Meski tidak dengan suara lantang seperti suaramu. Lantang, berenergi dan dengan seyum ramah khasmu. 06.30. Terkadang lebih, terkadang kurang. Tapi tidak pernah terlampau jauh dari jadwalmu menaiki bus urutan ke-tiga di terminal. Pagi ini kau pun memilih duduk di tempat favoritmu, tepatnya sebelum bangku terakhir di sisi kiri bus, persis di sebelah jalan setapak tempat penumpang berlalu-lalang. Bus memang masih terbilang sepi. Masih tersedia banyak pilihan tempat. Bus jurusan Rambutan-Lebak Bulus ini sejatinya hampir selalu padat. Kenek dan supir akan tetap mencari penumpang walau seluruh bangku telah terisi penuh. Meski setiap penumpang dikenakan tarif yang sama, tidak masalah bagi yang butuh segera sampai tempat tujuan berlama-lama berdiri berhimpitan di dalam bis untuk tetap membayar ongkos. Namun tidak demikian pada hari ini, faktor cuaca yang kurang mendukung menyebabkan bus hanya dipenuhi oleh penumpang yang duduk. Selalu sama di setiap minggunya, menikmati posisi favoritmu disana. Membuatku semakin penasaran. Perjalanan menuju kantorku lagi-lagi dipenuhi oleh pertanyaan 'Apa yang berbeda dari bangku itu dengan bangku yang lain di dalam bus ini?'. Aku Akbar, seorang karyawan outsourcing di sebuah perusahaan marketing di daerah Pondok Indah. Belum diangkat menjadi karyawan tetap, karena baru 3 bulan bekerja. Gaji harian yang kuterima masih sangat minim untuk memenuhi cita-citaku bertanggung jawab atas seluruh biaya hidup kedua orangtuaku. Baru mencukupi untuk biaya kuliah adikku dan transportasi dari rumah ke kantor. Selebihnya biaya makan sehari-hari dan keperluan rumah tangga seperti listrik, telepon, dan lainnya masih menjadi tanggungan bersama. Aku dan orangtuaku bergiliran melunasinya. Siapa saja. Kadang aku, kadang pula orangtuaku. Aku memilih tetap tinggal di rumah dan tidak ngekost karena permintaan ibu. Ibuku tidak membolehkan kedua anaknya ngekost. Maka transportasi bus kota menjadi santapan harianku sejak mendapat gelar sarjana Ekonomi dan diterima di perusahaan tempatku bekerja sekarang. Kembali aku akan bercerita tentangnya. Semilir angin dan suasana mendung pagi ini sepertinya membuat matamu berat tak tertahankan. Kau mulai menutup mata perlahan, sambil sesekali membukanya pertanda belum lelap. Namun macet yang panjang membuat matamu sungguh tidak bisa diajak kompromi, kau pun tertidur. Pulas. Entah apa yang dikerjakan olehmu semalam. Kau begitu lelap dalam tidurmu, tidak terganggu oleh deru suara bus dan kendaraan lain. Rasa kantuk seolah mengalahkan semua kemungkinan yang dapat membangunkanmu, tidak sadar bahwa kepalamu sudah berkali-kali terhuyung ke segala arah membuat risih penumpang di dekatmu. Lama kelamaan gerakan kepalamu semakin stabil, hanya berulang kali mengangguk-angguk seperti isyarat setuju pada sebuah sidang pleno. Sudah hampir sejam tertidur, tak ada yang tahu sudah sejauh mana mimpi membawamu pergi, tak satu pun membangunkan tidur lelapmu. Perjalanan sekitar 45 menit lagi hingga sampai ke tujuan terakhir. Lumayan, masih banyak waktu untuk melanjutkan tidur. Aku selalu heran denganmu. Tak banyak kutemui muslimah yang memiliki sikap se-cuek kamu. Bahkan tidak pernah. Ya, tak pernah kutemui muslimah yang memberi salam di bus tanpa gengsi, lalu tidur dengan pulas selain kamu. "Brukkk..." kau terhuyung hebat, mendaratkan kepala tepat di bangku besi di hadapanmu. Miris sekali. Sontak kau terbangun dari mimpi yang entah sejauh mana telah membawamu. Dengan wajah pucat kau memandang sekeliling. Mencari tahu kalau saja ada oranglain yang memperhatikan. Semburat rona merah jelas sekali nampak pada wajahmu. Kau terbangun. Nampak tidak berniat melanjutkan kembali tidurmu. Setiap orang di bus sibuk dengan kegiatan masing-masing. Memainkan telepon genggam. Mengobrol dengan teman sebelah. Sibuk melamun dan tenggelam pada hayalan yang entah menghayalkan tempat tujuan atau rumah yang ditinggalkan. Bahkan ada pula yang masih sibuk tidur, sama sepertimu sebelum terbangun. "Ah..aman" hela nafas dan matamu menyisaratkan demikian. Tapi sepertinya kau masih penasaran. Menolehkan kepala ke kiri lalu ke kanan, pelan-pelan memastikan bahwa tak ada seorang pun yang melihat kepalamu terantuk bangku bis dengan sangat konyol. Namun tepat saat itu, saat pandangan matamu mencari satu sosok yang entah siapa bagimu. Tepat saat sinar matamu yang memantul melalui kacamata nanar mencari seseorang yang sejak tadi memperhatikan. Saat pandangan itu tepat jatuh tertuju pada posisiku. Saat itu juga, aku bangkit dari dudukku yang persis di sebelah satu bangku di belakangmu. Hanya satu bangku jarakku bisa bersebelahan denganmu. Tapi bagiku ini tempat terbaik. Tempat yang paling pas untuk memperhatikanmu dengan baik tanpa diketahui. Aku bangkit dari tempatku duduk lalu berjalan ke arah kenek. Membayar ongkos. Meminta disampaikan pada supir untuk segera diturunkan. Aku pun turun dari bis, meninggalkanmu bersama kebingungan. *** "Maafkan aku yang meninggalkanmu kala itu. Tapi tahukah kau? Setelah hari itu. Setiap harinya, harapan itu tega sekali berteriak meraung menagihku untuk bertemu lagi denganmu. Sekedar memperhatikanmu di balik persembunyian atau bahkan menjelaskan semua peristiwa sederhana yang membuat tidurku tak lagi nyenyak, dihantui bayangmu. Dan di hari yang sangat berbahagia ini, aku berterima kasih pada Allah atas rencanaNya yang maha indah. Mempertemukanku denganmu. Dengan penumpang bus yang sama setiap minggunya. Setiap senin, 06.30 WIB. Selama 5 tahun terakhir" dengan senyum aku berbisik mengakhiri lamunanku diatas pelaminan.

Kamis, 28 Januari 2016

Dear, My Blog..

01-Agustus-2015 Hai, Dear.. Sudah lebih dari seminggu aku ga coret-coret disini. Kangen juga ternyata. Kesibukan hari raya selalu saja memalingkan duniaku. Oiya, aku belum cerita kalau 2 minggu lagi kakakku mau dilamar, Dear. Kayanya bulan depan pun aku akan disibukkan dengan pernikahan kakak tercintaku. Dan itu artinya pertemuanku denganmu pun akan semakin singkat, kamu sedih? Aku pun begitu. Mungkin aku jauh lebih sedih karena kesibukan ini akan bertambah mengingat ini adalah liburan UAS semester 6, dan memasuki semester 7 yang menegangkan. Belum menginjakkan kaki sedikit pun di semester 7, sudah ada kabar buruk kalau bulan depan aku juga harus siap dengan urusan KKN yang memikirkannya saja membuatku muak tak terperi. Oh, membayangkannya saja sudah membuat kepalaku jerih. Apa yang akan ku lakukan dengan teman-teman baru, di tempat yang baru, dan di suasana baruku nanti? Selama 3 bulan harus beradaptasi dengan mereka tanpa tapi. Sama sekali ga ada alasan untuk tukar tempat dan kelompok KKN. Oh God, tak adakah kabar yang lebih buruk dari ini?? Dear, kamu yang paling tahu aku selama ini. Untuk bisa bercakap normal dengan orang baru, aku memerlukan waktu minimal setengah tahun. Dan ini akan menjadi tugas terberat sepanjang masa studiku. Seandainya saja tugas ini bisa kurampungkan dalam keadaan tak sadar, mungkin akan lebih baik. Tapi tidak begitu nyatanya. Tugas ini akan menjadi penentu kelanjutan skripsiku nanti. Dan itu artinya, aku harus menghadapinya tanpa alasan. Dan lagi-lagi hidup memaksaku untuk paham. Bahwa semua hal tidak selalu berjalan diatas kemauan dan kemampuan. Entahlah apa yang akan terjadi nanti, aku hanya tidak ingin menyibukkan diri sekarang. Aku hanya sekedar ingin pasrah dengan keadaan. Dan untukmu, terima kasih telah menjadi pendengar yang baik hari ini dan ribuan hari yang lalu. Nite, Dear.. *** 13-Agustus-2015 Dear, apa kabar? Semoga selalu baik agar tetap setia menemaniku. Hari ini kakakku resmi dilamar oleh pangerannya dari negeri seberang. Beberapa hari lebih cepat dari yang dijadwalkan. Aku menyaksikan hampir seluruh kisah cinta mereka. Kakakku lahir di Indonesia, tinggal dan hidupnya di negeri ini. Dipertemukan dengan seseorang yang lahir di Indonesia, namun tinggal jauh di negeri tetangga, Syiria. Mereka bertemu di salah satu acara sosial, dan keduanya sama-sama menjadi penerjemah seorang syekh asli Syiria. Menyenangkan sekali, melihat dua pasangan putra-putri Indonesia yang menguasai bahasa asing selain bahasa Inggris tentunya. Tapi bukan itu hal terpenting yang ingin ku ceritakan padamu, Dear.. Masa-masa sibuk ini teramat menyita perhatianku hingga mengalihkan segalanya, kebiasaan rutinku menulis setiap sebelum tidur juga KKN-ku. Tinggal 2 minggu lagi semua yang ku takutkan akan terjadi. Mau tidak mau, suka tidak suka. 3 bulan. Waktu yang panjang itu akan segera tiba. Aku sendiri sudah punya kelompok. Tak pernah merencanakan KKN sebelumnya. Akhirnya pengumuman di mading sebelum liburan bahwa ada kelompok yang masih butuh beberapa orang untuk memenuhi kuota minimal menjadi pilihan pertama dan terakhirku. Aku sendiri belum pernah bertemu dengan mereka. Hanya ketua kelompok yang sudah kupeggang kontaknya. Kukuh, mahasiswa jurusan Ekonomi fakultas Ekonomi dan Bisnis. Ia sudah mengirimkan note bahwa lusa adalah pertemuan pertama kelompok kami. Dan 3 hari setelahnya adalah jadwal pengumpulan data diri dan administrasi KKN. Aku tahu hari-hari sulit ini akan tiba bagaimana pun caraku melarikan diri. Orang bilang manusia adalah makhluk sosial, tapi bersosialisasi adalah hal paling sulit bagiku. Apakah aku bukan bagian dari manusia? Bagaimana dengan esok? Entah kenapa ingin sekali aku ingin sekali lari dari hari esok, Dear.. *** Pagi-pagi sekali Kukuh mengirimkan pesan singkat ke handphone Febi. "Assalamu'alaikum, hari ini jadwal pertemuan pertama kita, kelompok KKN ke-26. Apa kabar semuanya? Sudah bersiapkah dengan pertemuan hari ini? Semoga semua bisa kumpul dan saling mengenal di hari yang indah ini. Sampai ketemu di taman kampus jam 9 ya. Saya tunggu kehadiran kalian semua." Ia membuka pesan itu tanpa gairah. Memandang salam perkenalan dari sang ketua kelompok dengan hampa. Tanpa berlama-lama membukanya, pesan itu segera ditutupnya kembali. Putri Febianza, mahasiswi jurusan sastra Arab yang tergila-gila menulis blog. Tak banyak berbicara kepada siapapun yang belum dikenalnya. Bukan termasuk mahasiswa yang memiliki prestasi luar biasa, bukan pula termasuk mahasiswa yang aktif di organisasi. Mahasiswa standar, biasa saja dalam segala hal kecuali menulis. Baginya, menulis adalah hidupnya. Usai menutup pesan, ia segera mematikan handphonenya. *** 14-Agustus-2016 Dear, kau tahu? Hari ini aku berhasil melarikan diri dari mereka. Ya, aku tak datang pada pertemuan pertamaku. Meski sempat ragu, akhirnya aku putuskan untuk mengenyahkan keraguanku dan memilih kabur. Menyenangkan sekali rasanya, bisa lari dari sesuatu yang kutakutkan. Meski ku tahu seberapa jauh pun aku lari, semakin dekat pula kenyataan yang akan aku hadapi. Tapi setidaknya bukan hari ini, Dear.. Tenang saja, esok aku akan datang menemui mereka untuk keperluan administrasi. See you, Dear.. *** 15-Agustus-2015 Oh, yeah. Ternyata tidak seburuk yang kupikirkan. Aku bertemu Kukuh di kampus tadi, ia menanyakan ketidak hadiranku kemarin. Mahasiswa asal lombok yang menjadi ketua kelompokku termasuk bertanggung jawab, aku tak menyangka ia bahkan mencariku di loket administrasi. Ia mengajakku untuk mengenalkan beberapa anggota kelompok yang ada, seingatku mereka adalah Husein, Diaz, dan Raka dari laki-laki. Lalu ada Nuzila dan Kuntari teman peremuanku nanti. Ada beberapa orang lagi yang Kukuh sebutkan tadi, tapi aku tidak begitu memperhatikannya. Ia banyak bicara, memberitahu bahwa nanti kita akan ditempatkan di Bobos, nama sebuah desa di ujung kota Cirebon. Mencoba membuatku merespon informasi, yang sama sekali tidak diminta. Tapi aku, tak mengerti apa yang harus kuperbuat padanya selain mengangguk mengiyakannya. 2 minggu lagi, tepat pada tanggal 01-September-2015 hari yang panjang akan semakin panjang. Entah berapa lama nanti kita akan berpisah sementara. Aku harap kau tetap disini. Menungguku seperti biasa. *** 22-September-2015 Hai, Dear. Apa kabar? Rindukah padaku? Aku sangat merinduimu, Dear.. Aku sudah di Bobos selama hampir sebulan kurang seminggu, maaf baru bisa menghubungimu. Maklum desa ini tergolong jauh dari perkotaan, letaknya benar-benar di ujung kota Cirebon. Karena beberapa meter dari tempatku tinggal sementara, kami bisa melihat gardu "Selamat datang di kota Majalengka". Desa yang asri, masih sangat sepi sehingga angkutan ke kota terdekat pun sangat jarang ditemukan. Kami tinggal di salah satu pemukiman warga yang disediakan oleh kepala desa, di seberang sungai. Dan tepat di seberang sungai tersebut terdapat gunung batu, Gunung Kuda masyarakat menyebutnya. Jika saja bukan karena kemampuan berkomunikasiku rendah, aku pasti tidak mau cepat-cepat meninggalkan kota ini. Selama 3 minggu ini hanya Kukuh yang betah berlama-lama mengajakku bicara. Aku paham karena ia adalah ketua kelompok yang sangat bertanggung jawab kepada anggotanya, meski sulit sekali memulai aku sudah mulai sedikit-sedikit menjawab pertanyaan yang diajukan olehnya. Tapi tidak begitu dengan anggota yang lain. Raka, mahasiswa IT. Gayanya cool, tidak banyak bicara sepertiku. Diaz, mahasiswa tekhnik. Banyak bicara seperti Kukuh, hanya saja Diaz selalu membuat orang-orang disekitarnya tertawa dengan tingkahnya. Husein, mahasiswa psikolog. Terlihat sangat alim dengan kebiasaannya memakai baju koko. Dan dengan suara ngajinya yang merdu, aku yakin ia termasuk imam mesjid di tempat tinggalnya. Dan yang lain yang sampe hari ini ku tak bisa mengigat nama mereka. Para laki-laki tidak terlihat terganggu dengan kebisuanku. Berbeda dengan 2 teman perempuanku. Nuzila dan Kuntari, sama-sama mahasiswa keguruan dari kelas yang sama. Pada awalnya mereka baik sekali, rajin menegurku. Mungkin karena lelah usahanya tak membuahkan hasil, seminggu terakhir mereka malah terkesan terusik dengan kehadiranku. Aku memang tak banyak membantu selain hanya setuju pada proker-proker yang mereka ajukan setiap rapat. Aku hanya tak pernah protes setiap mereka menyuruhku patungan menyetor uang untuk keperluan tambahan pada proker. untuk hal seperti ini aku tahu kebisuanku terkadang mengganggu. Tapi apalah daya, aku sudah berusaha tetap bertahan disini saja seharusnya mereka bersyukur. Oke, sekian curhat panjangku. Semoga kita bisa segera bertemu lagi, Dear.. *** 16-November-2015 Hai, Dear. Aku tidak bisa berlama-lama. Aku hanya ingin bilang bahwa, ada sesuatu yang tidak biasa pada mahasiswa Lombok itu, sang ketua kelompok. Ia seperti menaru perhatian berlebih padaku, yang dampaknya teman perempuanku sudah berkali-kali nekat memusuhiku secara terang-terangan. Kukuh memang berparas tampan, dan memiliki bada proposional. Tapi aku sama sekali tidak tertarik padanya. Sungguh. Ya kau benar, mungkin belum untu saat ini. Sampai ketemu di rumah nanti, Dear.. *** 03-Januari-2016 Aku baru hari ini mampu menulis lagi setelah hal menyakitkan itu. Kau tahu? Nilai KKN-Ku tidak keluar, dan tidak bisa diproses. Sedih sekali. Aku mengurung diri sudah hampir sebulan, tak ada yang mampu membujukku. Entah apa salahku? Dan kabar terbaik aku haru mengulangnya lagi tahun depan. Aku aku janji akan menuntaskannya dengan baik pada KKN-ku selajutnya. Aku sudah berjanji. Berjanji padanya. Kukuh Iman Perdana, seseorang yang telah berhasil membujukku pada akhirnya. Seseorang yang memberanikan diri datang ke rumah, menjelaskan semuanya. Soal KKN-ku juga soal perasaannya padaku. Dan dia pun telah berjanji akan membantuku. Dear, aku harus berterima kasih padanya. Pangerangku..

Jumat, 22 Januari 2016

Gara-gara Deadline

Hari ini hari sabtu. Hari terakhir dari jadwal aktif sekolahku, sekaligus hari yang paling kutunggu-tunggu. Senang sekali rasanya berjumpa dengan hari favorit mingguan. Hari yang selalu jadi hari paling menjenuhkan bagi sebagian besar siswa lain yang ingin segera usai dan menikmati malam minggu bebas tanpa tugas. Tapi tidak denganku, hari dengan intensitas jam pelajaran paling sedikit yang diawali dengan senam pagi bersama, serta ditutup dengan pelajaran kegemaran sepanjang minggu yaitu ekstrakurikuler, selalu membuatku betah tinggal berlama-lama di sekolah. Namaku Niken, Niken Pudjisastrowidoyo. Saat ini aku duduk di kelas 4 sekolah dasar. Aku bercerita tentang hari sabtuku karena aku hanya menyukai hari ini selama aku menjadi siswi sekolah dasar, hari tanpa pelajaran menghitung dan menghafal. Seperti mata pelajaran kebanyakan yang ada di kurikulum sekolah, setiap siswa dituntut untuk cepat menghafal dan pandai menghitung dengan cermat. Dan aku adalah salah satu siswa yang sangat lemah dalam 2 hal tersebut, maka tak jarang rapotku mendapat teguran karena kebanyakan nilai bertinta merah. Ibuku adalah orang yang paling rewel pada warna merah di rapotku. Padahal apa salahnya warna merah? pertanyaan yang hanya selalu berani terlintas dalam hati. Berbeda dengan ayah, sosok yang selalu mendukung apapun yang sudah atau ingin aku lakukan, terlebih pada bakatku menulis ayah selalu saja bangga akan bakatku yang satu ini. Mungkin sebab itu, ayah memberiku nama Niken Pudjisastrowidoyo. Niken yang sastranya akan dipuji. Dan aku selalu berharap do'a ayah benar-benar sampai padaku. Di sekolah aku mengambil ekstrakurikuler yang dekat sekali dengan bakatku, "journalist club". Di klub ini kami dibimbing tentang bagaimana menulis dengan baik sehingga pembaca menyukai tulisan kita, lalu kami akan menulis apapun yang ditugaskan oleh salah seorang guru lulusan sastra yang membimbing klub kami, Bu Cahya. Menulis artikel, berita, puisi maupun menulis cerpen. Dan semua tugas dikerjakan dengan sukarela. Hari ini Bu Cahya masuk ke kelas jurnalis dengan wajah bersemangat. Entah apa tugas darinya hari ini pun ikut membuatku bersemangat. "Selamat siang, anak-anak!" suara lantangnya membangkitkan gairah menulisku. Senyum hangat dan semangatnya hari ini, membuat hatiku bertanya penuh selidik. Ada Apa gerangan? "Anak-anak karena tugas kalian yang minggu lalu sudah ibu periksa, dan ibu tau kalian mengerjakannya dengan baik maka hari ini ibu mau memberikan sebuah kabar gembira" "waaah.." suara koor teman-teman memecah rasa penasaranku. "Ibu akan memberikan kalian tugas yang dikumpulkan 3 minggu dari sekarang" "Asyiikk" tak kuasa aku pun ikut membaur merasakan atmosfer kebahagian di tengah teman-teman menulisku. "Kalian masing-masing akan diberi tugas membuat mini mading" "Horeeeee!!!" teriakan kompak kami terdengar sangat bahagia. "Wah mading..untuk tugas kali ini aku harus menjadi yang terbaik, aku akan mengisi madingku dengan semua tulisan terbaikku puisi, artikel....." teriakan kompak barusan langsung saja membuatku tenggelam dalam khayalanku sendiri. "Mading dalam satu karton, kalian boleh milih design dan warna karton yang kalian suka, serta mengisinya dengan tulisan-tulisan terbaik kalian. Tugas ini menjadi tugas yang akan sangat berpengaruh pada nilai ekstrakurikuler kalian di rapot nanti. Tapi ingat ya anak-anak, penilaian bukan hanya isi mading tapi juga penampilan mading, kalian boleh menambah hiasan apapun pada mading kalian, maka lakukan sebaik-baiknya ya anak-anak!" pengumuman tugas terdengar sayup-sayup di telingaku. Apa yang tadi bu Cahya bilang ya? Hmm entahlah, bisa kutanya temanku nanti. Lagi-lagi aku hanyut dalam khayalan tentang apa yang akan aku akan lakukan pada madingku. Hingga akhirnya tak terasa pelajaran menyenangkan pun harus rela berpisah denganku, setiap sesuatu yang menyenangkan memang selalu terasa cepat sekali berakhir. Tiba di rumah, jangtungku berdegup tak karuan ingin segera merampungkan tugas yang deadlinenya masih 3 minggu yang akan datang dengan nilai terbaik. "Aku harus segera menyiapkan tulisan-tulisannya dari sekarang, agar mendapat nilai terbaik yang bisa ku banggakan pada ayah nanti" tekadku bulat sambil membuka netbook putih diatas meja belajarku. Malam minggu yang indah kuhabiskan dengan mencari tema artikel terbaik, karena mading yang paling banyak diminati pembaca adalah berisi artikel dengan banyak gambar penjelas. Bersemangat sekali aku menyelesaikan tugas. "Lebih cepat, lebih baik toh?" aku bergumam sendirian, memotivasi diri sendiri. *** 3 minggu berlalu begitu saja, seperti baru kemarin Bu Cahya baru masuk kelasku dan menyampaikan pengumuman tugas. Aku bersiap berangkat ke sekolah dengan semangat yang membara. Tugas sudah selesai ku rampungkan sejak hari pertama, aku membawanya di tas ranselku dengan sangat bangga. Artikel mengenai pantai-pantai terindah di Indonesia yang tidak kalah indah dengan pantai-pantai yang ada di luar negeri, dengan gambar-gambar yang memukau. Puisi singkat tentang liburan, pantun, kuis, serta banyak ensiklopedia mini yang akan ku selipkan diantara tulisan-tulisanku. Semua telah kuketik rapih dan print dengan print berwarna sehingga terlihat sangat cantik. "Aku siap berangkaatt.." aku berteriak sambil berlari kecil keluar keluar rumah, membawa tas ranselku. Pagar sekolah seolah menyambut kedatanganku hangat, mempersilakan sang ratu melewatinya dengan anggun. Kelasku pun terasa berkali lipat lebih harum dari biasannya. Semua hal di pagi ini sungguh membuatku tersenyum bahagia. "Hai Aulia, bagaimana tugasmu sudah?" Aulia yang juga termasuk teman kelas jurnalis mengangguk mantap menjawab pertanyaanku. Aku melihat ia membawa gulungan karton di tangannya pun kembali bertanya, "Untuk apa karton itu Aulia?" "Untuk tugas kita nanti Niken" sambil membawa gulungan karton tersebut dengan santai dan menaruh di dekat bangkunya. "Karton? bukankah kita di suruh membuat mading ya?" "Mini mading di karton yang dihias kan Niken?" pertanyaan meyakinkan darinya mengejutkanku. "Oh, ada apa ini??" aku luput dari tugas yang diberikan Bu Cahya. Bagaimana mungkin? sepertinya ini akibat aku teralu percaya diri dengan kemampuanku, sehingga melalaikan pengumuman tugas. Bagaimana ini? dalam diam dan mencoba untuk tetap tenang aku mengatur napasku perlahan. "Ayo Niken kamu bisa, kamu pasti bisa.." malaikat hatiku mencoba membantu menenangkan. "Menghias dan membuat mini mading dengan deadline waktu 1 jam? mana mungkin?" saat kusadar hanya membawa perlengkapan mading yang siap kutempel di papan mading. "kriiiing....." bel tanda senam pagi terdengar seperti lonceng sangkakala bagiku. "Tidak! aku harus menyelesaikan tugas ini dengan baik bagaimana pun caranya" teman-temanku yang lain sudah sebagian berhamburan di lapangan sekolah berkumpul dengan yang lain, aku tetap tak bergeming dari bangku, berazam untuk menyelesaikan tugas dalam waktu singkat. Oh tidak, bagaimana ini? "Niken, ayo ke lapangan bersamaku" Aulia mengajakku pergi besamanya saat melihat aku tak bergerak juga dari tempatku duduk. "Aku izin pergi ke toilet dulu Aulia, kamu duluan saja nanti aku menyusul" tak terpikir lagi jawaban terbaik, aku memutuskan mencari alasan tidak ikut senam dengan pergi ke toilet. "Baiklah kalo begitu" Aulia pun meninggalkanku sendirian di dalam kelas. Aku pergi ke arah toilet sekolahku, mencari inspirasi cara menyelesaikan tugas secepat mungkin, yang kini bukan lagi soal nilai bagiku. Di samping toilet, terdapat taman belakang sekolah yang selalu terbuka. Dan aku disana saat ini, mencari kemungkinan yang bisa kudapatkan untuk menghias madingku. Mencari apa saja yang sekiranya memungkinkan, karena aku tahu sudah tidak mungkin membelinya. Karena jika aku membelinya, aku butuh waktu untuk keluar pagar, yang itu berarti melewati lapangan besar tempat berkumpulnya guru dan murid yang sedang ikut senam pagi. Menoleh ke pojok taman kudapati tumpukan bekas semen yang isinya sudah hampir habis. Aku mendekatinya dengan ragu. Apa yang akan aku lakukan dengan karung semen ini? karena tak ada yang lain, dan hanya ini yang bisa ku dapatkan dari taman akhirnya aku memutuskan membawanya ke kelas dengan menyembunyikannya di balik punggungku. Bekas karung semen ini sepertinya masih baru, sehingga masih terlihat bersih tapi kondisinya sudah tidak utuh lagi. Sebagian sobek dan sebagian yang lain terlihat lecek. Sudah tingal 30 menit lagi hingga senam berakhir, aku nekat membalikkan karung semen tersebut mengambil bagian utuh yang masih bisa kugunakan dan membuatnya seperti bola kertas, untuk membuat seluruh permukaan karung semen agar terlihat lecek sempurna. Lalu ku buka lipatannya perlahan, takut sekali menyobeknya, merentangkannya di belakang kelas memposisikan karung tersebut seperti karton. aku mengeluarkan lem dan semua bahan yang telah kubawa, menatanya diatas karton. 15 menit sebelum bel berbunyi, tapi aku belum menemukan gunting untuk merapihkan karung semen agar terlihat simetris. Oh tidak, bagaimana ini?? aku panik mencarinya di laci kelas, mengecek seluruh kolong meja, tapi tidak juga kutemukan adanya gunting. Aku kembali ke laci kelas memperhatikan kalau-kalau ada alat lain yang bisa kugunakan untuk merapihkan madingku. Korek, hanya ini yang aku temukan. Dengan terburu aku membawanya ke tempatku membuat mading tadi. Menyalakan korek dan membakar pada ujung-ujung karung agar terlihat simetris lalu meniupnya segera. Terihat gosong pada sebagian ujung karung tapi entah kenapa itu membuatnya terlihat cantik bagiku, hingga ku bakar pula sedikit pada bagian-bagian lain yang belum terkena warna gosong dari api. ku bentangkan diatas meja ku, "bagus juga ya haha" memuji diri untuk menenangkan hati agak melonggarkan kepanikkan. tinggal 5 menit lagi, segera kusapu bekas-bekas bakaran tadi, menghapus segala jejak kecurigaan. "kriiiingg...." bel senam berakhir yang berarti tanda pergantian pelajaran. "Hhhh..." aku menghela napas lega sambil menggulung madingku sebelum teman-teman yang lain masuk. **** "Selamat siang anak-anak..." sapa Bu Cahya dengan senyum cerah di wajahnya. "Bagaimana tugas kalian??" tambahnya penasaran. "Sudah bu guru..." jawab teman-teman klub jurnalis kompak dengan menggenggam gulungannya masing-masing. "Baik, sekarang kalian bentangkan mini mading kalian di lantai" arahan Bu Cahya membuat semua serentak membentangkan mini madingnya di lantai dengan bangga. "Niken, mana punyamu??" tanyanya ketika mengetahui hanya aku yang belum membentangkan mading. "Eee...aa..da koo buu" aku gugup menjawab, takut sekali Bu Cahya menegurku di depan teman-teman. "Mana coba ibu mau lihat?" Dengan terpaksa akhirnya aku membentangkan gulunganku, sambil menunduk malu, "Oh Tuhan, matilah aku!" "Waahh...bagus sekali Niken..." sanyup suara Bu Cahya terdengar di teligaku yang mengkhayalkan apa yang harus kulalukan jika ia menegurku.

Minggu, 12 Juli 2015

Hari ini aku lelah, lelah berlari di tempat tak maju tak pula kemana2, hanya tersisa peluh dan dahaga. Ramadhan karim, wahai bulan mulia, kau bagai model yang sedang berlenggok memamerkan semburat keindahannya yang memancar bak lampu bohlam pada gelap dalamnya gua tak berhuni. Kau terang menerangi dengan cahayamu yang memukau. Kami umat islam diberi kesempatan menikmatinya sebentar, sebentar saja. Karena yang istimewa selalu sebentar adanya hilang lalu dirindukan. Dan bagi kami yang melihat memandang dengan baik menikmati keelokan mengambil pelajaran darinya, bahkan mendapatkan bonus jackpot dari kehadirannya yang memukau, pastilah orang yang teramat beruntung. Sungguh bahagia terjamin hidupnya. Namun, tak banyak orang yang mampu duduk manis bersikap sempurna memberikan perhartian terbaiknya, kebanyakan daei kita justru hanya bertahan pada awal kehadirannya, jenuh lalu menyerah untuk berrahan pada sikap sempurna. Meski tetap melaksanankan kewajiban seperti duduk manis dikursi penonton, tak jarang pula bahkan yang memilih menoleh acuh tak acuh lalu pergi meninggalkannya. Kalau saja mereka tau betapa tak beruntungnya mereka, betapa rugi sudah ia habiskan nikmat yang datang dengan menyia-nyiakan kehadirannya.. Oh ramadhan karimm, aku pun tak tau termasuk ke dalam golongan manakah diriku ini?? Betapa sedih aku yang akan kehilanganmu, akan jauh kau tinggalkan.. Namun jauh lebih merana ketika kusadari aku bahkan belum mampu bersikap sempurna duduk manis memandang keelokanmu. Justru aku merasa lagi lagi bersikap naif,sebelum kau datang aku bilang rindu tapi tak kulakukan yang terbaik semampuku. Aku berlari namun tak bertambah jarak taqwaku. Tidak pergi kemana pun. Stug. Diam ditempat. Betapa naifnya diriku oh ramadhanku Maaf maaf maafkan aku.. Janganlah kau lelah untuk datang lagi menjumpaiku, yang ku rindu ramadhan karim...

Jumat, 21 November 2014

awal mula perjalanan

Nadira, sudah bukan kali ini saja dia merasakan kecewa dalam kisah cintanya, tidak banyak memang laki2 yang pernah singgah dihatinya hanya beberapa puluhan laki2 yang ia kenal, nadira bukan sosok cewe yang gampang untuk membuka hati kepada laki2 yang ia kagumi, tapi jika sudah mencintai seseorang nadira bukan pula orang yang mudah melepaskan perasaanya, yaah meski berkali kali pula ia dikecewakan oleh cinta. Kali ini juga begitu pada umurnya yang kini telah genap 15 tahun, ia jatuh hati pada seorang laki2, teman sebayanya 'usamah' haha, dia laki2 yang meski berpenampilan biasa saja, terhitung pendek dan berkulit legam dan jaug=h dari berpenampilan menarik, namun usamah adalah sosok yang memang memiliki tidak sedikit penggemar 'Ia mempesona haha' tutur nadira dengan wajah sumringahnya. Usamah laki2 baik, tapi ia tidak pernah tau bagaimana perasaan nadira kepadanya, bahkan ia sendiri belum merasakan apa itu cinta. Dan Nadira dengan segala caranya ia berusaha sebisa mungkin menutupi perasaanya, yaa hanya segelintir temannya yang mungkin menyadari perasaan gadis berumur 15 tahun tersebut Tapi apalah dikata? memang benar bahwa rahasia tidak boleh sampai bocor kepada 'perempuan', minggu demi minggu berlalu rahasia tersebut pun akhirnya bocor dan terdengar hingga ke telinga 'usamah' 'lu suka sama nadira?' tanya salah seorang teman nadira 'gatau haha' dengan gaya cueknya yang sudah mendarah daging 'loh, ko gatau sih?!' 'yaaa gatau' 'gua ga pernah soalnya' tambah usamah 'iya belum, kenapa emang?' 'hah? Belum pernah?' Pertanyaan2 paksaan itu berlanjut datar dan biasa2 aja, hingga si teman tersebut meninggalkannya dengan pertanyaan penuh di kepala 'anak setenar itu ga pernah suka???' dengan rasa penasaran si teman tersebut kembali bertanya di kemudian hari 'mah, ente beneran ga ada perasaan sama sekali sama nadira?' 'gatau gua mulai kangen sama dia' 'cieeeee, itu mah udah suka kali mah' ‘hahaha’ 'ko ketawa???' 'ya gataulah namanya juga belum pernah' 'haha yaudah kalo perasaanya berubah kasih tau yaa' 'perasaannya sudah segede gunung sekkarang..' 'jieeee..gua kasih tau nadira ya??' 'hahaa silahkan' Akhirnya berlanjutlah kisah cinta tersebut.. 2 anak remaja yang saling suka, pacaran?? Engga mereka cuma sering smsan yaaa mungkin 'hts' istilahnya, seperti di awal telah di sebutkan usamah adalah seorang remaja dengan banyak penggemar, ketika hanya nadira yang sms dia yaa dia hanya sms an sama nadira tapi waktu berlanjut, tidak hanya yang memilliki kekaguman dengannya, meski nadira tidak pernah mengutarakan perasaannya Tapi nadira menaruh banyak harapan pada remaja yang telah tuntas menyelesaikan hafalan '30' juz nya Usamah, remaja gaul yang sangat disegani teman2nya, tuntas menyelasaikan hafalannya, sangat baik, periang, bertanggung jawab, serta cerdas, lahir dari keluarga yang ekonominya berlebih Tapi, benar manusia memang tidak diciptakan sempurna, nadira memang menaruh banyak harapan padanya, 'hafiz gitu loooh' haha tapi nadira tidak menyadari bahwa nadira yang jadi cinta pertamanya bukan sebuah keuntungan besar baginya, Nadira lupa bahwa di balik 'cinta' pertama yang memang sulit di lupakan tapi masih ada jutaan kemungkinan cinta lain yang akan datang. Waktu berlanjut, tidak sedikit dari teman2 nadira serta adik kelas yang mulai mendekatinya Hmm usamah tidak menyadari bahwa sifat terbukanya justru mengundang banyak hal bagi nadira, Awalnya biasa aja, namun seiring waktu berlalu, usamah makin merasa bahwa dirinya remaja yang banyak penggemar, lama-lama dia lupa akan nadira yang tengah mengaharapkan banyak hal terhadapnya, dimulai dari sahabat nadira sebutlah faizah, faizah yang memang sudah menyimpan hati terhadap Usamah, mulai mendekatinya... Haha bukan, faizah tidak seperti yang banyak orang bayangkan, dia sahabat nadira yang baik hati, bahkan sangat baik hati.. Usut punya usut faizah jauh menyimpan perasaan lebih lama dari nadira. Nadira tau pasti akan hal itu, lalu itu sebabnya dia tidak pernah berani beterus terang terhadap sahabat kesayangannya. Tapi tak ada yang bisa menahan perasaan bahagia Nadira sejak ia mengetahui bahwa seseorang yang ia kagumi memiliki rasa yang sama terhadapnya. ia tak dapat lagi membendung hatinya, meski ia tahu ini tidak adil bagi sahabatnya, sungguh sebenarnya hati kecil Nadira meronta menolak meneruskan semua perasaannya. Namun ada sesuatu yang selalu berteriak mengganggu "apa salahku? bukankah aku tidak pernah pacaran dengan Usamah, lalu apa salahku jika Usamah merasakan hal yang sama padaku?" suara suara hati inilah yang akhirnya mendorong Nadira untuk tetap pada perasaanya. "bukankah perasaan adalah hak setiap orang??" desisnya. ketika semua berjalan sesuai harapan, Nadira tidak pernah menyadari akan kedekatan Usamah dan sahabatnya Faizah. namun, pada akhirnya ketika ia menyadarinya, tak ada apapun yang mampu ia lakukan. Faizah dan Usamah menjalin hubungan dekat adik kaka-an, dan hubungan mereka jauh lebih terlihat dekat dibanding hubungan smsan Nadira yang kadang masih dibumbui perasaan malu-malu. Lalu apa yang mungkin bisa dira lakukan kawan? tidak. ya tepat sekali, dira sama sekali tidak dapat melakukan apapun untuk sekedar share atas rasa cemburu yang sedang dialaminya, ia sadar hukum alam berlaku bagi setiap orang yang mencoba menyakiti saudaranya, hanya tunggulah sang waktu akan berbalik rasa sakit itu menjadi suatu bumerang yang jauh lebih parah dari yang ia lakukan sebelumnya. 'eh dir, gua mau ke rumah usamah nih' celetuk salah seorang teman laki2 dira, 'iya? Kalo gitu tunggu sebentar'. Segera ia berlalu memilin berapa gantungan 'chelsea' original yang sempat ia lihat tadi, meraihnya lalu membawanya ke kasir. 'aku boleh nitip ini ke usamah kan?' serunya sambil memberikan salah satu gantungan yang ia pilih tadi. 'haha ciee buat usamah nih?' 'iyaaa' Balasnya dengan senyuman, jalan2 berakhir menyenangkan nadira pulang dengan rasa lapang, kini tak ada lagi torehan luka yang masih menganga, luka di hatinya sudah kembali pulih seperti sedia kala meski meninggalkan bekas tak terlupakan 'bukankan rasulullah mengajarkan bahwa cara terbaik membalas kejahatan justru dengan kebaikan, alhamdulillah..aku berhasil mengikuti sunah rasul' bisiknya dalam hati. Haha hari berganti kian lama luka itu semakin tertutupi, ia bermetamorfosa menjadi gadis 16 tahun yang paling mengerti bagaimana cara terbaik mencintai diantara teman2 sebayanya, ya! Cara terbaik mencintai justru dengan melepaskan, meski belum sempurna 100 persen ia telah melepaskan banyak harapan, ia berhasil mengubahnya menjadi cinta yang tulus tak tertandingi.. Nadira akhirnya memilih meneruskan studynya di sekolah yang berbeda dengan usamah, ia kini yakin dengan apa yang selama ini menjadi teman sejatinya, 'bisikan hati' bahwa cinta itu sejatinya memang melepaskan, maka kita akan tahu, bagaimana meneruskan perasaan indah tersebut. Tapi sebelum berpisah usamah pernah berpesan, 'dir, kamu percaya ga sih sama aku?' 'eh?' jawabnya bingung 'nanya aja' 'percayalah, kan seiman' 'nih alamat fb-ku sama passwordnya' serunya memberikan alamat fb beserta password. 'loh? Mah? Kenapa ko?' 'bukan cuma kamu koo hehe biar aja biar orang lain ga pada suudzon sama aku' jelasnya 'tapi ini aku ga minta ya?' tanyanya tanpa pikir panjang 'haha iya dir, gapapa mau kamu apain tu fb juga gapapa koo aku ikhlas' tutur usamah. Kini nadira menjadi anak sma yang telah belajar banyak soal cinta, ia meneruskan hari2 dii sekolah barunya penuh semangat. Waktu pun berlalu ia telah memasuki kelas 2 sma sekrang, dengan perasaan yang sama seperti 2 tahun lalu, masih nadira yang menganggumi remaja beranjak dewasa yang berhasil menuntaskan hafalan 30 juznya, usamah. Hubungan mereka baik, meski jauh berbeda kini buakan lagi hts yang biasa orang sebutkan, kini hanya teman yang bersapa ketika libur tiba. Nadira tidak banyak ingin berkomunikasi dengan pemuda pujaannya tersebuta, karena ia yakin bahwa sekarang bukanlah saatnya dan yakin bahwa suatu hati nanti akan di hadapkan pada waktu terbaiknya. Suatu hari ia teringat akan fb dan password yang 2tahun lalu diberikan usamah Teringat kata2nya 'terserah kamu dir, mau diapain juga aku ikhlas', iseng akhirnya nadira coba buka fb tersebut.. Dan kau tahu kawan? Kejadian 2 tahun lalu terlulang kembali, tiba2 firasat buruk telah sempurna menelikung hatinya ketika ia coba membuka pesan, terdapat pesan dari seorang gadis yang tak ia kenal 'hanifah', singkat ia baca pesan terakhir dari usamah 'iya sayang ini udah ada bukuny...bla...bla...' Dengan tangan gemetar ia membuka pesa tersebut, Tak yakin dengan apa yang dilihatnya ia klik 'membuka pesan sebelumnya' beberapa kali. 'bener ya ka bukunya?' 'iya bener....!!' 'haha ko kaka mau sih beliin aku?' 'buat hanif apa siih yang enggaa haha' 'tapi kan aku bukan siapa2 kaka' 'emang hanif mau jadi siapa siapa kaka?' 'hmm gimana yaa kaaa?? Haha' 'haha kamu nih, ada2 aja deh' 'hanif sayang kakaaa ' 'sama hanif, kaka juga sayang hanif' 'ih kaka ga boleh boong ntar di marahin pacar kaka looh' 'kaka kan udah bilang hanif, kaka ga punya pacaar..hanif masih ga percaya?' 'iya, hanif percaya koo' 'pokonya hanif mau kaka jadi kaka hanif selamanyaaaa 'haha iya hanif...' 'kaka mau kasih bukunya lewat mana?' 'maunya lewat mana?' 'ketemuuu hanif kangen sama kaka' 'haha boleh, dimana?' 'di tempat biasa ya kaa..' 'oke hanif' 'makasih kaka hanif sayang kaka' 'kaka jugaaaa...' Gemetar hebat hatinya, tak kuasa lagi menahan tangis yang membendung 'ya allah, ko samah jahat banget ya?' Luka yang pernah dirasakanya kini terbuka lagi bahkan jauh lebih lebar dari sebelumnyaa, luka tersanyat pisau yang kini bersemanyam di hatinya, bahkan seolah luka itu tersiram jeruk nipis, sungguh sangatlah perih perasaanya.. Semua kepercayaanya seolah terbakar habis hanya bersisa debu yang menggunung di hatinya, benteng pertahanan yang telah di bangunnya selama bertahun-tahun kin ambruk tak bersisa, hanya meninggalkan puing2 rerutuhan.. Seperti usai kejadian hirosima nagasaki semuanya hancur lebur, kembali ia menangis dalam diam, sudah tak ada lagi kini tempat mengadu, ia benar2 sendiri dalam ruangan yang gelap sepi tak bertuan, nadira melayang, jiwanya terbang tak berdaya. Pias memandang rentetan pesan tersebut, ia sedih tak terkira. 'ya rabb, apa salahku???' jeritnya dalam kesakitan hati yang meradang. Hampir ia habiskan bertahun menggumi pemuda yang salah, bagaimana mungkin? Bahkan mengucapkan kata suka secara langsung saja nadira belum pernah, kenapa sudah lancar sekali pemuda tersebut menguraikan kepada gadis selain dirinya?? Bukankah ia cinta pertamanya?? Bohongkah? Semua pertanyaan terlontar bagai rudal peluru israel di fikirannya, sungguh ia tak habis fikir dengan pemuda tersebut, bagaimana dirinya selama ini di mata pemuda itu? Bukankan ia juga pernah menyukaiku? Dustakah? Bertahun ia jaga hati dan perasaanya, hanya buat ia seorang namun apa balasan yang ia terima?? 'dosakah selama ini mencintainya? Tak pantaskah aku?' derunya dalam fikiran yang telah tak menentu. Hingga sulit meski air mata tersebut ia paksa keluar, seolah telah kering dari mata airnya. Tapi luka itu menjadikannya koreng lebar di hatinya, seperti tak mungkin lagi bisa di sembuhkan kali ini, nadira menggigit bibirnya melampiaskan amarah yang ada, tanpa sadar darah mengalir dari bibirnya memaksanya untuk berhenti. Nadira benci usamah? Yah kali ini mungkin kau benar, ia telah menyerah dalam pertahanan cintanya ia memilih membenci pemuda itu sekarang, segera ia hapus usamah dari pertemanan fb, ia marah sejadi jadinya mengahapus kontak di hapenya meski ia telah meghafalnya, membuang semua kenangan itu sejauh-jauhnya, memaksa mengusirnya pergi dari kehidupan nadira sejauh-jauhnya.. Segala usaha telah ia lakukan demi menghilangkan usamah di hati,otak,dan fikirannya.. Hingga sampai ke titik klimaks, ia muak setiap melihat laki2 seumuran usamah dihadapannya, baginya sekarang 'laki2 semua sama, yang hafiz aja jahat apalagi yang lain' klaimnya Meski nadira telah merasa terbiasa dengan keadaan barunya, kadang terbersit pula rasa rindu dihatinya haha itulah cinta kawan, sebagaimana pun telah hancur perasaan tersebut, ia pasti akan kembali jika kita paksa melepasnya, sederhana memang rumusnya tapi itu tidak pernah salah bagi ia yang mencintai lawan jenisnya tulus tanpa pamrih, percayalah kawan, 'cinta itu ikhlas' ikhlas berarti memaafkan, ikhlas berarti menerima lebih dan kurang, ikhlas berarti tak mengharap imbalan, bukankah begitu wahai para pecinta sejati? 2 minggu liburan berlalu tanpa ada komunikasi antara mereka berdua, usamah tidak menyapa begitu pun nadira, hilang begitu saja. Tapi nadira kini sadar, jika perasaan ini ia teruskan maka ia akan jatuh ke lubang kebodohan, padahal ia tahu betul bahwa pemuda yang ia cintai bukanlah pemuda idaman..lalu bagaimana caranya? Bagaimana cara ia melepasnya sedang masih tersemat rindu dihatinya?? Nadira bangkit dari kasur yang menjadi tempatnya bertafakur sedari tadi, ia bergegas meraih hapenya mengetikan nomer yang telah lama dihafalnya di luar kepala, ia putuskan untuk meng-klik 'kirim pesan', ‘asslamua’laikum warrahmatullahi wabarakaatuh, samah’ ‘wa’s\alaikumsalam warrah matullahi wabarakaatuh,dira? Aku udah lama pengen sms tapi takut gangguuu..apa kabar dir???’ ‘mau nanya boleh?’ 'silahkann haha' Di aliran sungai deras yang akan bermuara di lautan.. Karena kadang yang tersulit adalah memaafkan diri sendiri yang sejatinya selalu berbasuh kesalahan, mencintai orang yang salah setelah bertahun tahun itu biasa, bahkan sudah menjadi perkara yang mendunia, karena Allah s.w.t merahasiakan siapa jodoh kita lah terkadang kita tergelincir dalam kesalahan, wajar, maka tenang dan berbahagialah kawan.. Bukankah sudah ku sebutkan?? Cinta itu ikhlas kawan, mencintai dengan ikhlas maka melepasnya pun harus ikhlas, harus jauh dari paksaan, melepas tanpa benci tanpa dendam yang mungkin masih tertinggal, setulus-tulusnya memaafkan bukan hanya pemuda yang menyakiti hati kita namun kita harus berlapang dada memaafkan diri kita sendiri.

Kamis, 20 November 2014

entah bagaimana seharusnya

perasaan ini begitu mengganguku, aku rindu bahkan teramat rindu namun aku sadar siapa aku? akankah kau keliru dengan perasaanmu aku tak tahu kau begitu hebat di benakku begitu besar kekagumanku tapi aku tak pernah mampu membalas rasamu

ini sebuah cerita kerinduan tentang sosok guru yang paling mengagumkan

aku salah satu murid beliau, yang kini sedang meneruskan study s-1 ku di salah santu universitas negeri di Jakarta. Benar-benar yang merasakan sendiri bagaimana beliau mengabdikan diri ketika mengajar. Beberapa tahun silam, ketika aku masih duduk di kelas persiapan (kelas khusus untuk setiap pindahan dari SMP yang berbeda, belajar intensive hanya pelajaran-pelajaran pondok seperti, bahasa dan tahfidz qur'an) ku dipertemukan dengannya, seseorang yang sampai saat ini selalu menjadi salahsatu inspirator terhebatku. teringat sekitar seminggu sebelum kehadiran beliau wali kelasku berpesan "tahun ini kelas kalian untuk pelajaran b.arab akan diajar oleh staff pengajar dari luar negeri" "oh iya ustad?" tanya kami kompak. "maka ustad minta sama kalian jaga perasaan beliau, jangan sampai kalian menyakiti palagi mengecewakan beliau ya nak, beliau datang jauh-jauh itu suatu penghargaan yang harus kalian banggakan" jelas ustadku panjang. "iya ustaadd..." jawab kami dengan rasa penasaran tak sabar ingin segera bertemunya. Benar kawan, ustad kesayanganku ini datang jauh-jauh dari turki tidak hanya mengajari kami mengenai pelajaran yang diajarkan di kelas, namun beliau juga mengajarkan kami hakikat mengajar yang sebenarnya, beliau pula yang selalu menasehati kami dengan kisah-kisah cemerlangnya. Dulu, banyak sekali dari kami yang tidak memahami cara beliau mengajar, yang menurut beberapa orang nampak sangatlah kejam dan dan sangat keras. tapi tidak denganku meski tak luput dari proses pemahaman cara beliau mengajar, entah kenapa aku selalu memaksa diriku untuk menerima setiap teguran dari beliau. guru yang memiliki dedikasi tinggi dalam mengajar, selalu menerapkan disiplin kuat, selalu konsekuen dalam setiap keputusan yang beliau ambil, tidak pernah malu untuk belajar walau dari kami yang masih dangkal, orangtua yang selalu siap mendengar keluh kesah anak didiknya, begitu hebat ku mengaguminya. pernah suatu hari aku penasaran bertanya "ustad, emang setiap orang turki selalu on time ya?" dengan senyum beliau menjawab "saya tidak akan datang tepat waktu intan.." "loh?" selaku kebingungan "saya akan datang sebelum waktunya" tegas, tak ada lagi yang ekspresi terbaik melukiskan betapa aku ingin sepertinya selain tersenyum penuh arti. oh kawaaaann...tidak tahukah kau betapa rindunya aku terhadap dirinya?? sampai saat ini belum kutemukan sosok guru semacamnya.. semoga ia masih mengingatku, yang selalu membanggakannya #sedih